Kamis, 28 Januari 2010

IPM-LU Jogja Gelar Sosialisasi Pemekaran KLU dan Bazar Sembako

Membangun Ukhuwah Islamiyah di Tengah Kemandirian Daerah Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera

           

Bulan suci ramadhan merupakan bulan yang paling agung bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia karena di bulan ini seluruh kebaikan dilipatgandakan ganjarannya oleh Allah SWT. Merupakan keniscayaan bagi umat muslim untuk menjalankan dan mengisinya dengan berbagai kegiatan selama sebulan penuh. Begitu juga dengan Mahasiswa Ikatan Pelajar Mahasiswa Lombok Utara (IPM-LU) Yogyakarta. Pasalnya, moment ramadhan 1429 H kali ini adalah waktu teristimewa bagi mahasiswa IPM-LU Jogjakarta karena mereka dapat mengadakan dua kegiatan sekaligus yakni sosialisasi pemekaran KLU dan Bazar sembako. Kegiatan ini diselenggarakan di empat tempat, wilayah Kec. Pemenang, Kec. Gangga, dan Kec. Kayangan.

                Sosialisasi pemekaran sangat penting untuk dilakukan mengingat banyak hal baru yang harus diketahui masyarakat mengenai bagaimana menyikapi dan mengembangkan daerah guna mengelola sumber daya yang kita miliki (SDM dan SDA) supaya menjadi sumber kemajuan yang lebih baik dan produktif bagi kehidupan masyarakat Lombok Utara di masa yang akan datang. Berdasarkan pengalaman, bahwa pemekaran yang menjamur di era otonomi daerah ini nyatanya belum mampu menjawab berbagai persoalan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah kurang dilakukannya sosialisasi ke seluruh elemen masyarakat oleh pemerintah daerah yang bersangkutan.  

Meski gong ritual pemekaran Lombok Utara telah diketok pemerintah pusat, namun hal tersebut bukan berarti Lombok Utara telah mendiri total. Walaupun dinyana bahwa Lombok Utara memiliki potensi luasan wilayah dan sumber daya alam yang melimpah ruah (gemah ripah loh jinawi). Tetapi sosialisasi harus tetap dilakukan agar makna dan wujud pemekaran beserta implementasinya bisa terpahami  sampai ke masyarakat lapisan terbawah (grassroot). “Lombok Utara niscaya akan menjadi daerah yang mampu berkembang dan meraih kemajuan apabila elemen masyarakat di dalamnya belum mengetahui esensi pemekaran berikut strategi pengembangannya”, demikian dikatakan Sarjono Elzabar, Ketua Panitia Pelaksana. Lebih jauh dia mengatakan, perubahan social di Lombok Utara akan terwujud manakala seluruh potensi yang dimiliki mampu dikelola serta masyarakat paham dan sadar akan kemampuan yang dimilikinya dalam merajut kehidupan yang lebih baik, sejahtera, demokratis, dan berkeadaban.  Selain itu, lanjut Sarjono, terbentuknya Kabupaten Lombok Utara diharapkan memberikan peluang yang setinggi-tingginya bagi masyarakat setempat agar lebih mampu menyumbangkan daya kreatifnya sehingga dapat mengatasi kesulitan hidup sehari-hari serta  menempatkan diri sejajar dengan masyarakat daerah lain di Indonesia. “Adanya kabupaten baru ini juga diharapkan bisa memberi harapan masyarakat terhadap keterbukaan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat setempat”, papar sarjono.  

                Sementara itu, jelang perayaan hari raya Idul Fitri 1429 H IPM-LU Jogjakarta juga menggelar Bazar Sembako untuk membantu masyarakat terutama mereka yang berasal dari golongan ekonomi lemah agar dapat merayakan gema hari kemenangan. Mengingat beberapa tahun terakhir harga seluruh kebutuhan pokok masyarakat kian melonjak mengikuti deret hitung. Menurut Waji Ahmad Sopandi, Koordinator Bazar, persoalan kebutuhan pokok masyarakat makin hari makin tak memihak masyarakat golongan ekonomi lemah, karena harganya kian mencekik leher. Pemerintah yang kita harapkan bisa membawa masyarakat dari keterpurukan ekonomi tersebut ternyata belum menunjukkan komitmennya. Ini terlihat, kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang ekonomi belum memihak sama sekali terhadap kondisi rakyat. “Di tengah krisis multidimensional ini kita semua harus berbuat untuk membantu sekian persoalan rakyat termasuk persoalan ekonomi. Pada dasarnya, perubahan tak akan terwujud hanya dengan wacana semata tapi harus disertai dengan usaha riil melalui kerja nyata dan memberi peluang yang sebesar-besarnya kepada rakyat”, demikian ungkap Waji berapi-api. Lebih lanjut, Waji berujah, masalah rakyat dapat diatasi dan perubahan terwujud jika otak dipakai bersamaan dengan tangan bekerja. “kegiatan ini kami lakukan semata-mata untuk membantu masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan kebutuhan-kebutuhan pokok menjelang hari lebaran,” bebernya. { }  

 

STRUKTUR PENGURUS IKATAN PELAJAR MAHASISWA LOMBOK UTARA YOGYAKARTA PERIODE 2009-2010

PENANGGUNG JAWAB :  BUPATI LOMBOK UTARA

 KETUA DPRD LOMBOK UTARA

DEWAN MANGKU:

  1. M. Ali Nurdin, MA
  2. Lalu Hadi’ul Adhim, SIP
  3. Nursida Syam, SS

 

DEWAN PENASEHAT:

1.       Abdul Karim, SS                                   4. Khaspul Hadi

2.       Iwan Tanjung S.I.P, MPA                   5. Sardi Winata, SIP

3.       Sarjono Eljabar                      

 

PENGURUS HARIAN (PH):

Ketua Umum      : Sandi Justitia Putra

Sekretaris            : Raden Adi Irawan

Bendahara          : Dende Titin Januartini

 

PENGURUS UMUM

1.       Departemen Keilmuan

Kabid                :  Hendri Purwadi

Sekbid             :  Zulhadi

Anggota            : Tina Biang Rani

                                   Candra .K

                                                 

2.       Departemen Hubungan Masyarakat

Kabid                :  Candra Adi Susila

Sekbid              :  D.Dewi

Anggota            :  Roby zulmi

                            Niko lis boa                                                     

3.       Departemen Seni Budaya

       Kabid               :  Anggie pratama

Sekbid              :  nindi parida utami

Anggota             :  Annur Aprioni

                            Buana

4.       Departemen Olahraga

Kabid                  : Irpan Juandi

Sekbid                : Panji Kerta Sanjani

             Anggota:            : Khasapul Bahraen

                                         Abdul Malik

      5.   Departemen Keagamaan

Kabid                :  Astuti Albayani

Sekbid             :  Sukardiawan

Anggota            :  Haeril Mahyar

                                       Hidayah

SKETSA IPMLU YOGYAKARTA

Ikatan Pelajar Mahasiswa Lombok Utara adalah salah satu organisasi kedaerahan yang berada di regional Yogyakarta yang berdiri sejak enam tahun lalu (21 September 2003), yang mana kawan-kawan IPMLU Yogyakarta terdiri dari lima generasi yaitu generasi 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, dan generasi 2008. Dari enam generasi tersebut, kerja sama antara satu dengan yang lain dapat berjalan dengan nafas dan gerak bebas meski tertatih-tatih dalam melangkah meski tanpa sekretariat, persaudaraan yang egalitarian menjadi pijakan kita bersama. Hal-hal ini kerapkali ditemukan diantara kawan-kawan tanpa menafikan nilai-nilai etika organisasi, realitas seperti ini sengaja dibangun sebagai upaya untuk mewujudkan egalitarian dikalangan kawan-kawan. 

 

Sebagai kepengurusan ke-6 dari institusi yang bisa dibilang tidak begitu lama dalam dunia perjuangan, barangkali banyak hal yang hanya berbentuk imajinasi dan belum mampu termaterialkan ke bentuk pogram nyata yang terlaksana. Walaupun minimnya wawasan yang dimiliki individu-individu IPMLU disatu sisi, namun dilain sisi, tidak jarang kawan-kawan  menyandangi gelar mobility minority di lingkungan kawan-kawan organisasi sedaerah lainnya. Hal ini layak dipertahankan, dikembangkan, dan dipelihara sebagai modal sosial (social capital) perjuangan.

 

Dari sisi pengetahuan, kawan-kawan Ikatan Pelajar Mahasiswa Lombok Utara Yogyakarta mengalami titik relevansi yang bersinergi dengan pengetahuan yang digeluti di kampus masing-masing. Oleh karena itu, hanya dibutuhkan keseriusan mendasar dan penajaman untuk kemudian bagaimana mengembangkannya dalam biosfer organisasi. Hal ini yang kadang kala tak tersadari acapkali memeras otak untuk membentuk dan sekaligus memaksa kita untuk berfikir yang diharapkan mampu melahirkan rancangan besar (grand designe) perjuangan. Dititik inilah kawan-kawan diharapkan mampu uji nyali agar dapat mengaplikasikannya untuk perkembangan organisasi dan kemajuan daerah di masa-masa mendatang.

 

Pembentukan KLU

Latar Belakang terbentuknya KLU

Secara umum pembentukan daerah baru di Indonesia mempunyai sejarah yang hampir serupa serta punya tujuan sama antardaerah satu dengan lainnya, yakni bagaimana kebutuhan rakyat setempat dapat terlayani dengan mudah, murah, dan sebaik-baiknya sesuai potensi sumberdaya (SDM/SDA) yang dimiliki daerah yang bersangkutan. Begitu juga halnya Kabupaten Lombok Utara. Proses pembangunan yang terjadi di Lombok Barat selama ini dirasa dominatif dan diskriminatif.  Pun hal dalam alokasi dana juga terkesan diskriminatif, padahal sumber pendapatan asli daerah (PAD) sepertiganya diperoleh dari Lombok Barat bagian utara. Bila dirinci, PAD yang masuk ke anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Lombok Barat dari wilayah utara lebih dari 10 Miliar rupiah pertahun. Jika dilihat dari segi proporsi pembangunan, pembangunan di kabupaten induk selama ini sebagian besar difokuskan atau disentralisasikan di wilayah Lombok Barat bagian selatan sementara di wilayah bagian utara dikesampingkan atau di-marjinalkan baik pembangunan infrastruktur-suprastrukktur, fisik-nonfisik (material-spiritual).

Fakta diatas menunjukkan bahwa pembangunan di Lombok Barat tak merata untuk masing-masing wilayah karena cuma wilayah tertentu saja yang dijamah pembangunan. Selain tak merata, pembangunan juga terkesan tidak adil (unjustice) sebab ada wilayah atau pihak-pihak yang diistimewakan dan ada yang di anak tirikan.  Di lain sisi, jika dilihat dari segi regulasi kebijakan, bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil dan diterapkan juga terkesan tak adil dan dominatif. Pengambilannya sepihak, banyak elemen masyarakat tak tahu menahu, para pemangku kepentingan yang seharusnya berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan tersebut juga tak tahu karena sengaja tak diberi tahu, akibatnya kebijakan berlaku parsial dan dominatif (unkomprehensif). Hal diatas berakibat munculnya konflik batin masing-masing individu masyarakat Lombok Utara yang kemudian lambat laun menjadi konflik sosial masyarakat, pada akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial masyarakat.  

Deskripsi pelbagai ketimpangan sosial diatas kemudian mengkatalisasi lahirnya ide, gagasan, konsep, visi misi, sikap, dan kemauan yang terpadu untuk membentuk daerah baru otonom dan definitif terlepas dari kabupaten induk. Para pemangku kepentingan dari beragam lokus di Lombok Utara sepakat untuk mengangkat sekaligus memperjuangkan cita-cita besar tersebut sampai berhasil bahkan hingga titik darah penghabisan sekalipun. Dengan ghirah yang tinggi demi kemajuan bersama dan niat yang baik untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, maka kemauan menjadikan Lombok Utara sebagai daerah baru yang otonom, bebas, sejahtera, dan berkeadilan ditindaklanjuti dengan membawanya kepada pemerintah Lobar (Bupati dan DPRD Lobar) untuk dibahas.  

Secara umum, terbentuknya Kabupaten Lombok Utara disebabkan oleh adanya semangat kuat mengawinkan kemauan dengan kemampuan (desire vs capabelirity). Namun jika dikerucutkan, berdirinya Kabupaten Lombok Utara (KLU) didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1.      Diskriminasi dan dominasi distribusi pembangunan.

2.      SDA melimpah ruah tapi kehidupan masyarakat tetap memperihatinkan.

3.      Sumberdana mencukupi (Rp 9,8 Miliar).

4.      Resourcess mumpuni dan mampu mengembangkan daerah.

5.      SDM Lombok Utara saat ini berjumlah 2.400 orang berada di berbagai level pemerintahan di Nusa Tenggara Barat.

Tujuan terbentuknya KLU

Seperti dikemukakan sebelumnya, berdirinya daerah-daerah baru di Indonesia  dipastikan hampir memiliki tujuan yang sama antardaerah satu dengan daerah lainnya. Adapun tujuan pembentukan KLU adalah:

1.      Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.   

2.      Membangun daerah menjadi lebih maju dan berperadaban.

3.      Membangun kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, sejahtera, adil, dan makmur.

4.      Mempromosikan Lombok Utara di gelanggang kontestasi pemerintahan Indonesia.

 

 

 

Kronologi KLU

1.      Tahun 1965 isu KLU diwacanakan oleh HL. Anggrat (Bupati Lobar kala itu).

2.      Tahun 1966 para pemuda dari Lombok Utara yang sedang menempuh pendidikan di Mataram memperbincangkan isu KLU yang telah di wacanakan HL. Anggrat setahun sebelumnya.

3.      Tahun 1970 isu KLU kembali diwacanakan Drs.HL.Mujitahid (Camat Tanjung saat itu).

4.      Tahun 1985-1986 terbentuk Kerukunan Keluarga Lombok Utara (KAGALU) yang di prakasai Drs.HM.Siradip Arti, BA (almarhum) sekaligus beliau dinisbatkan menjadi Ketua Umum KAGALU yang pertama.

5.      Tahun 1999 diadakan GUNDEM (Musyawarah Besar; khusus bagi Lombok Utara) di Bayan, yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat Lombok Utara.

6.      Tahun 2003 dibentuklah Tim KPKLB yang diketuai Drs.HL. Kusnandar Anggrat (Sekda Lobar saat itu).

7.      Tahun 2005 dibentuk Tim KPKLB yang kedua yang diketuai Prof.Dr. Ridawan, MS.

8.      Tahun 2007 Lombok Utara di observasi/diamati Komisi II DPR RI. Hasilnya, Lombok Utara akan positif menjadi kabupaten baru.

9.      Awal Tahun 2008 kembali  di observasi Dewan Pengawas Otonomi Daerah (DPOD)  Depdagri RI. Dalam lawatan tersebut, setelah melihat berbagai potensi yang ada di Lombok Utara  seorang anggota DPOD berseloroh “sangat terlambat Lombok Utara membicarakan pemekaran sekarang seharus 5-6 tahun yang lalu”. 

10. Pada 24 Juni 2008 Pemerintah Pusat (Depdagri cq Mendagri) dengan UU No.26/2008 mengesahkan Lombok Utara menjadi Kabupaten Lombok Utara.

11. Tidak menarik biaya sepeserpun dari masyarakat dari awal hingga terbentuknya KLU.

 

 

 

 

 

Historis perjalanan KLU

Tahun 2003 dibentuk KPKLB yang diketuai Drs.HL.Kusnandar Anggrat (Sekda Lombok Barat ketika itu). Kenyataannya, jangankan mewacanakan KLU dan mengurusnya ke pemerintah pusat (Depdagri) rapatpun tak pernah dilakukan. Melihat realitas tersebut, tahun 2005 beberapa tokoh Lombok Utara berinisiatif untuk bertemu Bupati Lombok Barat. Pertemuan tersebut membicarakan pembentukan tim KPKLB yang baru. Usul tersebut direspon baik oleh bupati sehingga tak lama kemudian dibentuklah Tim KPKLB baru yang diketuai Prof. Dr. Ridawan, MS (almarhum). Namun, ditengah jalannya perjuangan beliau wafat sehingga tim sempat mengalami kemandegan. Untuk melanjutkan misi perjuangan, dibentuk tim KPKLB yang baru sebagai pengganti tim yang dipimpin Profesor Ridawan. Tim baru ini diketua H. Johan Syamsu, SH. Dibawah komando Johan Syamsu akselerasi isu KLU berjalan masif. Wacana KLU intensif diperjuangkan, berbagai strategi, langkah, dan cara positif diambil, berjuta pengorbanan telah ditumpahkan baik materiil maupun spirituil. Tim bolak-balik Jakarta-Mataram tanpa lelah dan mengesampingkan tugas mereka sebagai abdi negara. Di lain sisi, wacana KLU terus digulirkan ke lapisan masyarakat melalui beragam media terutama media massa lokal (radio) hingga sampai ke lapisan masyarakat terbawah (grassroot). Dialektika wacana tentang dukungan terhadap KLU pun marak terjadi di tengah hiruk pikuknya irama kehidupan masyarakat baik melalui forum-forum formal maupun informal. Pelbagai elemen masyarakat dari beragam lokus turut berperan serta memberikan sumbangsih pemikirannya mengenai langkah apa yang harus dilakukan pra maupun pasca terbentuknya KLU. Pada fase ini dibicarakan berbagai hal berkait Lombok Utara termasuk strategi dan taktik pengembangan daerah setelah KLU ada. Pembicaraan pun berlangsung alot sehingga hal ini mengkatalisasi terjadinya dinamisasi wacana di tingkatan masyarakat. Proses dialektika diatas kemudian mengkristal menjadi satu grand isu utama sekaligus kepentingan bersama masyarakat Lombok Utara bahwa “KLU harus ada”. Sahdan, dengan perjuangan tanpa lelah disertai pengorbanan yang tak terkatakan dan terhitung jumlahnya, maka tepat pada 24 Juni 2008 melalui UU No.26 tahun 2008 Lombok Utara dideklarasikan pemerintah pusat (Mendagri) menjadi kabupaten baru yaitu Kabupaten Lombok Utara (KLU) bersama 11 daerah lainnya di Indonesia.

 

Langkah-langkah awal yang dilakukan pasca berdirinya KLU

1.      Pemilihan PLT (Careteker)

Alur pemilihan PLT yakni gubernur mengundang tokoh-tokoh Lombok Utara untuk menentukan siapa yang cocok menjadi PLT Bupati Kabupaten Lombok Utara. Kemudian, Careteker ini setelah ditunjuk gubernur diajukan ke pemerintah dalam negeri untuk dilantik Mendagri menjadi Bupati sementara Lombok Utara, maka ia berkewajiban membangun Lombok Utara atas saran para anggota Tim KPKLB.

2.      Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) di KLU untuk menyiapkan langkah-langkah percepatan pembangunan di Lombok Utara.

Kelompok Kerja (POKJA) akan dibagi ke masing-masing anggota Tim KPKLB, yakni:

a.      POKJA Lambang dan Motto Lombut (Koordinator: Aludi, SH/Algas).

b.      POKJA Tata Ruang Kota (Koordinator: Drs.HM. Alwi, SIP).

c.      POKJA Sarana dan Prasana (Koordinator: H. Anggeng Aswadi, BA).

Prioritas Sarana dan Prasarana di Lombok Utara adalah:

o     Meningkatkan pendidikan masyarakat

o     Meningkatkan kesehatan masyarakat

o     Meningkatkan lahan-lahan ekonomi rakyat

o     Meningkatkan kesadaran poltik masyarakat

 

Hasil Sosialisasi KLU 24-27 September 2008

Pertanyaan seputar KLU pada Sosialisasi KLU 24 September di San Baro

(Representasi Masyarakat LOMBUT)

 

1.       Yurdi

Berdasarkan pemaparan dari tim KPKLB tadi, saya berpandangan bahwa Lombok Utara kedepan akan beragam corak/warna mulai warna abu-abu, putih, merah, kuning, bahkan hitam. Selain itu Lombok Utara akan berbau harum atau busuk. Dari narasi tersebut saya menitipkan aspirasi masyarakat; “kemungkinan Lombok Utara  mempunyai warna baru bukan hanya karena masyarakat golongan berstatus tinggi tetapi kemungkinan juga sangat diwarnai masyarakat golongan berstatus menengah ke bawah”. Semua elemen tadi akan merasakan manfaat warna Lombok Utara  tersebut terutama masyarakat lapisan bawah (grassroot).

Questions: bagaimana pelayanan sampai ke masyarakat pelosok (terpencil) dan bagaimana pula masyarakat terlayani dengan baik?

    

2.      Warna Wijaya

Saya berpandangan bahwa seluruh elemen masyarakat utara harus berperan dalam membangun terutama kalangan akademisi dan praktisi selain tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda maupun masyarakat luas. Semua sub-komponen tadi diharapkan perannya dalam beberapa hal berikut; pertama, men-subversi dan mengawal proses pengambilan kebijakan yang diputuskan pemerintah supaya memihak kepada seluruh elemen masyarakat Lombok Utara. Kedua, ikut ambil bagian (take part) dalam menentukan persentase potensi sumberdaya-sumberdaya yang ada terutama sumber dana supaya alokasinya jelas dan merata ke semua golongan masyarakat. Intinya, harus “mengutamakan rakyat”. Adagium tersebut tepat kiranya diimplementasikan oleh pemerintah Lombok Utara dalam upaya membangun lokus-lokus potensi sumberdaya daerah baik pada pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur di segala aspek kehidupan masyarakat. Hal itu penting diperhatikan pemerintah sebagai garda terdepan (avant garde) dalam proses membangun baik materiil maupun moril dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat sehingga pembangunan dapat merata ke seluruh lapisan masyarakat. Pada akhirnya tercipta suatu kondisi masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Ketiga, konteksnya dengan hutan, pemerintah boleh saja menutup hutan asal ada aturan hukumnya. Regulasi hutan sebelum diberlakukan dalam proses pengambilannya harus melibatkan masyarakat sebagai subjek hukum. Lebih dari itu, yang terpenting adalah adanya  kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat mengenai regulasi hukum tersebut (konsesi hitam diatas putih). Selain itu pihak-pihak yang melakukan telah konsesi itu harus punya komitmen menaati aturan yang baru disepakati serta harus ada satu pihak (orang) yang memegang dan bertanggung jawab terhadap bukti tertulis hitam diatas putih tersebut. Ini urgen dilakukan sehubungan dengan penerapan aturan yang telah disepakati tadi sehingga semua pihak terkait merasa puas terhadap pemberlakuan aturan itu, sadar, dan berkewajiban menjalankannya. Dengan begitu, cita-cita pembangunan dalam membangun akan terwujud, yakni masyarakat yang berkeadilan dan berperadaban. Spesifiknya, masyarakat sejahtera secara ekonomi, demokratis secara politik, menjunjung tinggi hukum, dan madani dalam berpikir. Ibarat sebuah makanan “Apapun Makanannya, Minumannya adalah TEH BOTOL SOSRO, artinya siapa pun bupatinya, solusinya adalah MENGUTAMAKAN RAKYAT”.

Qoestions: apakah dalam mengambil kebijakan pemerintah  mengutamakan rakyat?    

 

3.      Iskandar, A.Md

Secara administratif, bahwa pembentukan kabupaten Lombok Utara dinilai terbaik oleh Departemen Dalam Negeri dikomparasikan dengan 11 daerah lainnya di Indonesia, yang pada 24 Juni lalu diketok pemerintah pusat berdasarkan UU No.26 tahun 2008. Dengan demikian, Lombok Utara sah sebagai sebuah kabupaten baru berdasarkan UU No.26/2008 tersebut sebagai payung hukumnya.

Questions: Kenapa KLU harus ada? Apa sebetulnya visi dan misi KLU? Apakah visi misi tersebut berasal dari seluruh elemen masyarakat Lombok Utara atau tidak?  Langkah apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan daerah setelah KLU ada?  Apa harapan kedepan setelah Lombok Utara menjadi kabupaten baru?

   

4.      Syamsul Hadi

Mengingat pada amanat UU Otonomi Daerah bahwa roda pembangunan harus dijalankan oleh masyarakat daerah baru yang bersangkutan. Sebagai daerah yang baru terbentuk, jelas KLU membutuhkan pegawai baru yang akan mengisi beragam  jabatan berbagai dinas/instansi. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam masa transisi/inkubasi ini adalah tak mungkin proses demokratisasi berjalan secara komprehensif sebab Lombok Utara belum mandiri total. Untuk menuju definitif butuh waktu2-3 tahun. Pendeknya, masa inkubasi ini adalah tahap uji coba (embrio). 

Questions: Bagaimana proses rekruitmen pegawai baru? Apakah mengutamakan putra daerah atau masih mengambil dari Lombok Barat? Berapa formasi struktural jabatan yang akan diisi?

 

 

Jawaban secara keseluruhan

Jawaban diskusi secara umum adalah:

1.      Visi misi terbentuknya KLU atas inisiatif warga/masyarakat Lombok Utara sendiri.

2.      Faktor pendukung KLU: terdapatnya berbagai potensi yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan kedepan atau berkelanjutan (sustainable of development).

3.      Tujuan: mendekatkan masyarakat pada pelayanan yang prima, mudah, dan murah.

4.      Harus adanya prioritas pembangunan sebagai akses dari besarnya wilayah administratif sehingga kita tidak harus antri untuk memperoleh pelayanan.

5.      Adanya resourcess SDM pada eselon birokrasi di berbagai level pemerintahan.  

 

 

INTI:

Meniscayakan adanya partisipasi warga masyarakat Lombok Utara dalam proses membangun daerah karena pembangunan tanpa partisipasi warga masyarakat daerah bersangkutan, diibaratkan “bagikan dunia tanpa peradaban””.   

 

 

 

Parodi Kehidupan Bangsa Kita?

oleh: sarjono 

Banyak orang yang menganggap dirinya pintar dan bisa menyelesaikan persoalan bangsa saat ini tak pernah belajar dari pengalaman sejarah terdahulu bangsa kita. Misalnya bagaimana bangsa ini kedatangan penjajah Belanda untuk kali pertamanya  dipimpin Cornelis Houtman yang menginjakkan kaki di Bumi Indonesia untuk menawarkan kerjasama di bidang ekonomi yang kemudian dilanjutkan dengan penjajahan berkepanjangan tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga bidang-bidang lainnya selama tiga setengah abad (±350 tahun). Bagaimana kita bisa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur hingga kemuliaan dan kesejahteraan sebagai sebuah bangsa dapat ditegakkan kalau para pemimpin kita masih berjiwa kerdil dan bermental budak, serta bermalas-malasan? Lalu kemudian, bagaimana bangsa ini dapat keluar dari krisis multidimensi yang telah bertengger sejak beberapa tahun yang lalu kalau kekayaan alam kita telah digadaikan kepada pihak asing? Serta, Bagaimana pula bangsa ini dapat dihormati manakala para pemimpinya dengan mudah bisa disuap oleh pihak asing untuk memuluskan penjajahan model baru yang lebih lunak (soft imperalism), yaitu penjajahan ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan.

Kalau semua aspek kehidupan bangsa kita sudah tergadai seperti fakta saat ini,  maka sudah jelas sekali bangsa kita memulai tahap baru yaitu TERJAJAH KEMBALI….!!!! Dan tujuan penjajahan yang sesungguhnya adalah memeras keuntungan dari yang terjajah. Zaman sekarang penjajahan dibungkus dengan Istilah Bantuan Modal asing. Namun tak dapat dipungkiri walau dibungkus dengan model apapun imprealisme tetap merupakan ladang pencarian rizki.

Bila bangsa ini ingin  tumbuh menjadi bangsa yang besar dan  disegani oleh bangsa luar, maka harus ada keinginan yang kuat untuk merubah sifar-sifat yang jelek yaitu bermalas-malasan, berjiwa kerdil dan bermental budak yang disebutkan diatas tadi.. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang benar-benar berjiwa patriot sehingga nantinya bangsa ini tumbuh menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa luar. sistem ekonomi dan politik kita harus segera dibenahi. Perjanjian ekonomi dengan pihak asing harus berani kita tinjau kembali demi kepentingan anak bangsa kita kedepan nanati. Kita harus mencontohi negara-negara Amerika latin seperti  venezuela, argentina, bolipia, ecuador, Uruguay, Brazil, dll yang berani menentang kebijakan-kebijakan luar negeri bangsa Asing untuk menjajah mereka secara halus yaitu melalui perjanjian Ekonomi. Dan hasilnya sangat menabjukkan dalam kurun empat tahun perekonomian bangsa-banga di amerika latin sudah menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Bangsa-bangsa di Amerika latin Tidak lagi membutuhkan hutang luar negeri yang cenderung menjebak ke arah kebangkrutan yang seringkali membuat sebuah bangsa diamerika latin keteteran untuk membayar hutang, nah bagaimana dengan bangsa kita yang katanya bangsa yang besar dan mempunyai kekayaan alam yang melimpah? Apakah bangsa kita berani menentang bangsa asing yang ingin menguasai seluruh aset bangsa kita? apakah kita berani menasionalisasi perusahaan asing? Atau apakah selamanya kita sebagai anak bangsa yang terus-terusan menjadi budak dinegeri sendiri?

 

Pemberdaaan UKM ini sangat perlu dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dan sudah saatnya semua lapisan masyarakat ikut berperan serta menyukseskannya.  pemberdayaan usaha kecil dan menengah  adalah jalan keluar dari krisis yang berkepanjangan dan bagaimanapun juga Usaha kecil dan menegah  ini sudah terbukti mampu bertahan ketika krisis terjadi dan pada saat yang bersamaan perusahaan-perusahaan yang bersekala besar mengalami kebangkrutan. Yang perlu disadari adalah  masalah penciptaan lapangan pekerjaan dan usaha bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah pusat tetapi Daerah juga harus berperan serta untuk memperhatikan nasib rakyatnya. Karena di daerah tersebut bagian terbesar penduduk yang keadaan ekonominya yang masih lemah dan masih jauh dari harapan untuk hidup layak.

Masalah yang sering dihadapi oleh kebanyakan oleh para pengusaha kecil dan menengah adalah masalah SDM, permodalan sebagai penunjang pengembangan usaha mereka dan menetapkan prioriras bidang usaha yang akan dikembangkan dan itu perlu adanya penelitian dari setiap daerah guna menentukan usaha-usaha apa yang akan diprioritaskan. Dari hasil penelitian itu kemudian dijadikan acuan oleh pemerintah daerah guna untuk pengembangan usaha kecil dan menengah.

 

Pemberdayaan UKM sebagai Basis Perekonomian Daerah

Sejak krisis melanda Indonesia pada tahun 1997 kondisi kehidupan bangsa kita mengalami keterpurukan yang sangat memperihatinkan di hampir semua bidang termasuk bidang ekonomi. Krisis tersebut telah berubah (konversi) menjadi krisis multidimensi yang berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat kita. Contoh nyata dari krisis dimensional tersebut dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti mengikisnya kehidupan sektor sosial, politik, budaya, dan sektor hukum serta kehidupan humanis lainnya. Di satu sisi, belum ada usaha serius yang dilakukan pemerintah dan para elite kita lainnya yang bisa dipercaya untuk memperbaiki keadaan perekonomian bangsa menjadi lebih baik. Malah yang kerapkali terjadi adalah mereka membawa kondisi bangsa ini kian tak pasti dan tak dihargai bangsa lain. Parahnya, bangsa kita terindikasi telah tergadai kepada pihak luar. Buktinya, penanam modal asing telah memiliki segenap komponen aset bumi pertiwi nusantara hampir mendekati angka 96% mulai pertanian (95%), minyak dan gas bumi (95%), PLTN (95%), penguasaan air minum dan jalan tol (95%), transmisi tenaga listrik (95%) kecuali pendidikan yang hanya 49% (Sumber; Perpres No. 77/2007 - Dalam Buku Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia, Mohammad Amien Rais, 2008, PPSK Press, Jogjakarta).

Marjinalisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah sebuah kenyataan tak etis yang kerapkali dijumpai di tengah-tengah kehidupan rakyat kita sehari-hari. Suatu kenyataan pahit yang selalu mengebiri dan menyelimuti kondisi perekonomian rakyat kecil dari era orde lama hingga era reformasi ini. Situasi tersebut merupakan indikator nyata parodi perekonomian bangsa kita yang kian tak menentu dan masih berkubang dalam lumpur ‘keterpurukan’ apalagi setelah terjadinya krisis keuangan global saat ini. Keterbatasan dana yang terjadi pada para pelaku Usaha Kecil dan Menengah seringkali membuat usaha mereka cenderung stasioner dan stagnan (mandeg/tetap). Betapa tidak, sebab saat ini persaingan dunia usaha terlihat semakin ketat menuntut para pelaku Usaha Kecil dan Menegah lebih giat berusaha dan bekerja keras, namun sayang hal itu tidak dibarengi oleh keberpihakan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangannya. Padahal, para pelaku Usaha Kecil dan Menegah tersebut membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah sebagai pengatur (regulator) dan pemasok modal. Akan tetapi, dalam berbagai kesempatan pemerintah beserta kebijakan yang diambilnya hanya berpihak pada kepentingan para elite dan pemodal saja. Pemerintah lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada perusahaan-perusahaan milik para elitis (pemerintah, politisi, dan swasta) maupun para pemangku ekonomi lainnya yang mempunyai omzet cukup banyak. Seharusnya, pemerintah lebih memberikan perhatian yang serius pada lokus-lokus perekonomian rakyat melalui kredit tanpa agunan maupun permodalan dalam bentuk lainnya.

Derita para pelaku Usaha Kecil dan Menegah ini kian bertambah ketika mereka kesulitan mendapatkan tambahan modal dari bank karena persyaratan dari pihak bank terlalu rumit dan memberatkan para peminjam. Pada akhirnya para pelaku Usaha Kecil dan Menengah kesulitan mengembangkan usaha mereka untuk dapat bersaing pada tataran persaingan yang lebih tinggi yaitu pada kancah perekonomian nasional, mereka tidak mampu melebarkan sayap untuk ikut berperan aktif dalam mengembangkan dunia usaha sebagai benteng perekonomian bangsa.

Di sisi lain, sangat sedikit pihak yang bersungguh-sungguh memiliki kemauan kuat untuk ikut mendorong usaha mereka atau meningkatkan kesejahteraan mereka, justru yang sering terjadi adalah banyaknya lintah darat yang memanfaatkan kesempatan ini sebagai ladang mencari rezeki. Ironisnya, para lintah darat tersebut tidak segan-segan mengeruk (eksploitasi) keuntungan yang sangat tinggi dari para pelaku Usaha Kecil dan Menengah ditengah kondisi mereka yang terhimpit oleh benturan kekurangan dana dan kebijakan pemerintah yang tidak memihak (diskriminatif), ibaratnya “sudah jatuh tertimpa tangga”. Bagaimana mungkin perekonomian bangsa kita saat ini tidak terjungkil balik sebab basis penyangganya tidak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh oleh pemerintah. Tidak mengherankan jika lokus ekonomi rakyat tak mampu bersaing menghadapi pasar bebas (liberal market) kapitalisme Barat. Kondisi ini diperparah lagi oleh terjadinya persekongkolan dan perselingkuhan antara para pelaku usaha asing dengan para pelaku usaha dalam negeri (komprador).

Bila bangsa ini ingin memulihkan kondisi perekonomiannya, maka pemerintah dan elemen bangsa lainnya harus menampakkan keinginan yang kuat serta bekerja lebih keras lagi untuk merubah strategi dan kebijakan ekonomi yang berjalan selama ini harus segera dibenahi ke strategi dan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat. Perjanjian ekonomi dengan pihak asing harus diakhiri atau setidaknya harus kita tinjau kembali demi kepentingan bangsa kita kedepan. Kita seharusnya berpatokan pada negara-negara Amerika Latin seperti Venezuela, Argentina, Bolivia, Ecuador, Uruguay, Brazil, dan beberapa negara lainnya di daratan Amerika Latin. Negara-negara tersebut berani menentang keras kebijakan-kebijakan bangsa asing yang masuk ke negeri mereka melalui perjanjian kerjasama ekonomi. Dalam kurun waktu empat tahun perekonomian bangsa mereka menuai hasil yang signifikan dan menunjukkan perubahan yang sungguh menakjubkan. Bangsa-bangsa di Amerika Latin tidak lagi membutuhkan hutang luar negeri yang bertendensi menjebak ke arah kebangkrutan. Bangsa kita harus mencontoh bangsa-bangsa tersebut apalagi kita memiliki bentangan wilayah yang amat luas serta kekayaan alam yang melimpah ruah (gemah ripah loh jinawi). Persoalan sekaligus tantangan yang kita hadapai sekarang adalah apakah bangsa kita berani menentang bangsa asing yang ingin menguasai seluruh aset bangsa? apakah kita berani menasionalisasi perusahaan asing atau tidak? Lalu kemudian, apakah pemimpin bangsa kita akan terus memuluskan langkah korporasi-korporasi besar untuk menguras habis kekayaan alam kita dan mengabaikan jeritan tangis anak bangsa yang ingin keluar dari keterpurukan? apakah tidak ada jalan untuk memberdayakan usaha kecil menengah sebagai benteng perekonomian nasional yang nyata-nyata memberi kontribusi bagi kemajuan bangsa ketimbang memberdayakan perusahaan berskala besar yang cenderung menggerogoti APBN atau kekayaan alam kita dalam arti yang lebih luas. Kalau beberapa pertanyaan diatas tidak berani dilakukan dan diretas pemerintah kita, maka penulis yakin kita selamanya sebagai anak bangsa yang terus menerus menjadi budak atau kuli di negeri sendiri.

Selain itu, bangsa kita membutuhkan pemimpin yang benar-benar berjiwa membangun rakyat dengan tulus selain memiliki kemampuan, kemauan, dan keberanian untuk membangun bangsa sehingga kita tumbuh menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa lain. Karena kehormatan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh keberanian dan kewibawaan pemimpinnya. Sampai detik ini, belum terlihat perubahan signifikan di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara lebih-lebih di bidang ekonomi. Dampak yang paling terasa dari kondisi ini adalah terjadinya pemiskinan sistemik”.   

Begitu juga dengan daerah (baca: Lombok Utara). Proses pembangunan ekonomi daerah sangat ditentukan oleh kemauan dan keberanian pemerintah daerah  mengembangkan potensi-potensi sumber perekonomian rakyat melalui sistem pengelolaan “swatata” sesuai kemampuan masyarakat Lombok Utara. Pembinaan dan pemberdayaan sumber-sumber ekonomi tersebut niscaya diperlukan. Peran serta pemerintah sebagai “subyek” yang memberdayakan berkait dengan regulasi kebijakan yang mengatur potensi sumber ekonomi alam maupun sumber ekonomi lainnya yang bertautan langsung bagi pengembangan lokus-lokus ekonomi tradisional. Pemerintah berkewajiban melakukan pemberdayaan untuk memajukan sistem ekonomi kerakyatan. Sedangkan  masyarakat berperan sebagai “obyek” yang diberdayakan berpaut langsung dengan modal dan keberpihakan pemerintah pro-rakyat. Sebagai pelaku ekonomi, masyarakat harus mempunyai aksesibilitas yang cukup untuk mendapatkan informasi aktual mengenai akselerasi dunia usaha, sehingga mereka bisa tetap bertahan walaupun pada kondisi pasang surut atau bahkan pada kondisi resesi perekonomian global sekalipun.          

Konteksnya dengan UKM yang ada di Lombok Utara, pemerintah daerah harus melakukan pemberdayaan terutama pembinaan SDM selain modal dan regulasi kebijakan. Karena masalah ini paling sering kita temukan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di berbagai daerah di Indonesia. Masalah SDM adalah persoalan paling urgen yang harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam memberdayakan ekonomi lokal/rakyat. Upaya ini perlu diambil pemerintah sebagai salah satu alternatif jitu guna memacu percepatan (akselerasi) pertumbuhan ekonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Lombok Utara yang berkeadilan. Soalnya, tak mungkin sumber daya ekonomi Lombok Utara yang melimpah ruah bisa dikembangkan bila SDM yang mengelolanya belum cukup mumpuni. Modal juga tak kalah pentingnya diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh oleh pemerintah dalam memberdayakan UKM. Ia diperlukan sebagai basis pokok kedua setelah SDM yang berfungsi sebagai jantung pengembangan sumber-sumber ekonomi masyarakat. Pemerintah daerah harus menempuh jalan memberikan asistensi teknis, bantuan modal, dan membuka jaringan pemasaran terhadap UKM yang dikembangkan masyarakat setempat. Strategi ini penting diambil berangkat dari argumen dasar bahwa usaha masyarakat itu miskin dari sisi kemampuan manajemen, modal, dan jaringan pemasaran. Tak dapat dipungkiri bahwa upaya-upaya intervensi ini di banyak daerah di Indonesia telah menumbuhkan usaha kecil masyarakat, namun pada saat yang sama mereka tidak berdaya manakala berhadapan dengan para tengkulak yang lebih dominan memainkan harga pasar. Upaya lain berkait modal adalah pendirian bank khusus UKM. Ini penting dibentuk mengingat selama ini UKM di Indonesia banyak yang feasible namun tidak bankable. Pelaku UKM dinilai tak layak bank karena tidak memiliki agunan dan kemampuan mengembalikan peminjaman yang rendah sekalipun. Dan dari sisi regulasi, Pemerintah Lombok Utara dalam menetapkan regulasi harus lebih memperhatikan kemaslahatan masyarakat baru kemudian apa yang menjadi cita-cita mulia mensejahterakan masyarakat akan terwujud, kalau tidak, maka cita-cita tersebut akan kian jauh dari harapan semua komponen masyarakat, atau dengan kata lain “makin jauh panggang daripada apinya”. Pendeknya, harus ada keseimbangan (equilibrium) antara ‘das sein’ (seharusnya)  denga ‘das solen’  (senyatanya) di lapangan.

 

  

**Oleh Waji Achmad Sesait